Assalamualaikum...
Korang suka cerita yang happy ending, kan?
Jadi, aku kasi korang baca.. Best jugak sebab aku pun dah baca. Tapi kisah sebelumnya, pandai-pandai agak la..
JOM BACA SPECIAL ENDING NOVEL PERGILAH AIR MATA?
Ikmal semakin menjauh. Terasa lelaki itu akan pergi dari hidupnya buat selama-lamanya. Ada sedikit rasa kehilangan di hati. Namun, harus dia akui, dia dan Ikmal kini cuma kenangan. Ada simpati pada lelaki. Dan, doanya semoga Ikmal menemui kebahagiaan.
"Sudah-sudahlah tu. Dah jauh pun perginya,"
Sabrina mengerling. Badrul berpeluk tubuh di sebelahnya. Tersenyum bersahaja. Senyum itu cuma dibalas dengan jelingan kecil. Suara Badrul lebih kedengaran seperti mengusik.
"Bad…,"
Jelingan Sabrina teralih. Senyum Badrul juga menyisih. Dia dah Badrul sama-sama berpaling. Sama-sama menatap senyum Dayana yang tercegat di hadapan mereka.
"Tahniah…,"
Salam yang dihulur , disambut perlahan oleh Badrul.
"I yakin you akan bahagia dengan Sabrina. And, I yakin Sabrina layak untuk you,"
"Thanks,"
Dayana tersenyum nipis. Meleraikan genggaman jarinya di tangan Badrul sambil berpaling pada Sabrina.
"Sabrina… I tahu apa yang you lalui selama ni, bukan perkara yang mudah. You kuat. Jauh lebih kuat dari I. I tak tahu nak mula dari mana. I nak you tahu, I tak pernah salahkan you. And.. I baca surat you. I akan cuba ikut nasihat you. I tahu.. I kehilangan Badrul bukan sebab you. Tapi, sebab diri I sendiri.
Thanks, Sabrina. I bangga dapat kenal orang seperti you, walau pun hubungan kita pelik sikit,"
Sabrina tersenyum kecil menanggapi kata-kata berbaur gurauan dari Dayana.
"Saya pun tak tahu nak cakap apa. Cuma, saya mendoakan yang terbaik untuk awak Dayana. Dan, terima kasih sebab tak salahkan saya,"
Dayana tergelak kecil.
"Hidup mesti pandang ke depan. Kan?," ucapnya bersama gelak itu. Sabrina senyum. Badrul turut tersenyum.
"Selamat pengantin baru. I balik dulu,"
Badrul mengangguk.
"Thanks Yana for coming. Kita masih boleh jadi kawan kan?,"
Dayana tersenyum kecil. Memandang wajah Sabrina dan Badrul. Dia senang melihat senyum bahagia di bibir pasangan pengantin ini. Namun, tidak mungkin dia mampu menepis rasa sayu dan sedih yang turut mengganggu emosinya.
"Honestly, biar masa yang tentukan. I terima semua ni. Tapi, I tak nak hipokrit dengan sisa-sisa perasaan ni,"
Badrul mengangguk perlahan. Dan Dayana tersenyum kelat.
" I have to go,"
Dan Sabrina juga Badrul hanya memandang langkah Dayana yang semakin menjauh.
"Sudah-sudahlah tu. Dah jauh pun perginya,"
"Hah?,"
Sabrina tersenyum melihat Badrul yang sedikit terpinga-pinga. Kemudian senyum melebar di bibir lelaki itu. Sedar, usikan Sabrina yang mengulangi kata-katanya sebentar tadi.
"Ok…Seri. Satu – satu,"
Sabrina tersenyum kecil. Mengalihkan perhatiannya pada para tetamu yang kian surut. Sungguh dia bahagia hari ini. Segala-galanya berubah menjadi terlalu indah.
"Tak sangka saya dapat rasa semua ni,"dia bersuara tenang. Badrul diam. Mengamati wajah Sabrina yang cukup berseri di dalam persalinan berwarna jingga.
"Happy?,"
Sabrina tersenyum lebar sambil mengangguk.
"Jom,"
"Ke mana?,"
Badrul sekadar mengukir senyum sambil mencapai jemari Sabrina. Melangkah sedikit laju membuat Sabrina sedikit terkejar-kejar.
"Nak ke mana ni?,"
Badrul diam. Cuma terus melangkah. Menyedari langkah Badrul laju menuju ke bukit kecil di belakang rumahnya, Sabrina tersenyum. Melangkah dengan sedikit sukar. Dengan berkasut tumit tinggi, langkah sedikit goyah menelusuri laluan sedikit berbatu-batu itu.
"Auch!,"
Langkah Badrul terhenti. Segera berpaling memandang wajah Sabrina yang kelihatan menahan sakit.
"Kenapa?,"
"Kaki saya…kejap saya nak tanggal kasut. Susah nak jalan,"
Badrul tersenyum. Mendudukkan Sabrina ke sebuah batu yang sedikit besar. Membuat Sabrina terpana seketika. Suka akan layanan itu. Dan, apabila Badrul tunduk melutut padanya, Sabrina terkebil-kebil.
Cuma memandang tangan Badrul yang perlahan menanggalkan kasutnya. Sepasang kasutnya kini tergantung di tangan Badrul. Dia tersenyum.
"Terima kasih,"ucapnya senang sambil bersedia untuk bangun dari duduknya. Sekali lagi, dia disapa rasa hairan apabila jemari Badrul menyentuh bahunya. Menghalangnya daripada berdiri. Matanya bulat memandang Badrul. Sentuhan Badrul di jarinya membuat dia bagai dipukau. Berdiri di hadapan lelaki itu. Sedikit terkejut, namun, tiada niat untuk membantah apabila tangan Badrul gagah mendukungnya. Spontan dia memaut leher Badrul sambil terus menatap wajah lelaki itu.
"Bola merah kat langit. Bukan kat muka abang,"
Sabrina tersenyum malu. Segera mengalihkan pandangan ke dada langit yang jingga. Menatap mentari yang mula hilang sinar. Yang mula membentuk satu bulatan besar berwarna merah. Seperti selalu, panorama itu pasti membuat dia terpegun.
Badrul cuma merenung wajah yang disimbah sedikit warna jingga yang sudah mula hilang itu. Melihat wajah itu, hatinya bagai dilimpahi segunung bahagia. Dia pernah memiliki gadis ini. Pernah membenci gadis ini. Pernah merindui gadis ini. Pernah menangis kerana gadis ini. Saat ini, sumpahnya Cuma satu. Sabrina hanya miliknya. Dan akan tetap menjadi miliknya. Senyum yang terukir di bibir itu, tidak akan dibiarkan hilang lagi.
"Cantik…,"
"Memang cantik. Kuasa Tuhan. Satu saat kita tak mampu menentang cahayanya, tapi, pada saat yang lain, kita masih diberi kesempatan untuk menatap cahayanya,"balas Sabrina sambil tersenyum.
"Abang cakap isteri abang yang cantik,"
Sabrina terdiam. Pujian badrul bukan pada bola merahnya.
"Betul kan?,"soal Badrul sedikit mengusik.
Sabrina terus diam. Sedikit segan dipuji begitu.
"Kuasa Tuhan. Satu saat kita tak diberi rasa untuk saling menyayangi. Tapi, pada saat yang lain, sedetik pun rasa sayang tak hilang dari hati abang. I love you, sayang. Sangat-sangat cintakan Ina,"
"Ina pun sayangkan abang…cintakan abang,"
"Sejak bila?,"
Sabrina diam.
"Sejak bila sayang?,"
"Sejak abang bersanding dengan Dayana,"
"Maafkan abang. Maafkan abang atas layanan buruk abang selama ni,"
Sabrina senyum. Senyum yang cukup memikat hati lelaki Badrul. Usapan lembut jemari Sabrina di wajahnya membuat dia tersenyum bahagia.
"I love you…,"bisiknya perlahan
"I love you too…,"
Dia tersenyum mendengar balasan daripada Sabrina.
"Cuma…,"
"Cuma apa bang?,"
"Lepas ni, diet sikit ya? Beratlah,"
"Abang!,"
Badrul tergelak besar. Wajah Sabrina sudah berubah warna.
"Kalau berat, turunkan Ina,"Sabrina bersuara dengan nada sedikit merajuk. Malu dengan kenyataan Badrul. Berat sangat ke dia?
Badrul terus tergelak tanpa mengendahkan permintaan Sabrina.
"Nanti abang turunkan kat katil,"
Sabrina mengerling. Badrul tersenyum.
"Terima kasih sebab beri abang satu lagi peluang,"
Rajuk Sabrina menjauh mendangar kata-kata itu. Merenung lama wajah Badrul.
"Semoga Ina mampu bahagiakan abang,"
"Dan semoga abang mampu bahagiakan Ina,"balas Badrul lembut. Melangkah meninggalkan bola merah yang semakin hilang di balik awan……
TAMAT
Bagi yang belum dapatkan novel ini, dapatkan di pasaran, dikedai-kedai berhampiran anda atau beli secara online di laman web penerbit di www.kakinovel.com
Ikmal semakin menjauh. Terasa lelaki itu akan pergi dari hidupnya buat selama-lamanya. Ada sedikit rasa kehilangan di hati. Namun, harus dia akui, dia dan Ikmal kini cuma kenangan. Ada simpati pada lelaki. Dan, doanya semoga Ikmal menemui kebahagiaan.
"Sudah-sudahlah tu. Dah jauh pun perginya,"
Sabrina mengerling. Badrul berpeluk tubuh di sebelahnya. Tersenyum bersahaja. Senyum itu cuma dibalas dengan jelingan kecil. Suara Badrul lebih kedengaran seperti mengusik.
"Bad…,"
Jelingan Sabrina teralih. Senyum Badrul juga menyisih. Dia dah Badrul sama-sama berpaling. Sama-sama menatap senyum Dayana yang tercegat di hadapan mereka.
"Tahniah…,"
Salam yang dihulur , disambut perlahan oleh Badrul.
"I yakin you akan bahagia dengan Sabrina. And, I yakin Sabrina layak untuk you,"
"Thanks,"
Dayana tersenyum nipis. Meleraikan genggaman jarinya di tangan Badrul sambil berpaling pada Sabrina.
"Sabrina… I tahu apa yang you lalui selama ni, bukan perkara yang mudah. You kuat. Jauh lebih kuat dari I. I tak tahu nak mula dari mana. I nak you tahu, I tak pernah salahkan you. And.. I baca surat you. I akan cuba ikut nasihat you. I tahu.. I kehilangan Badrul bukan sebab you. Tapi, sebab diri I sendiri.
Thanks, Sabrina. I bangga dapat kenal orang seperti you, walau pun hubungan kita pelik sikit,"
Sabrina tersenyum kecil menanggapi kata-kata berbaur gurauan dari Dayana.
"Saya pun tak tahu nak cakap apa. Cuma, saya mendoakan yang terbaik untuk awak Dayana. Dan, terima kasih sebab tak salahkan saya,"
Dayana tergelak kecil.
"Hidup mesti pandang ke depan. Kan?," ucapnya bersama gelak itu. Sabrina senyum. Badrul turut tersenyum.
"Selamat pengantin baru. I balik dulu,"
Badrul mengangguk.
"Thanks Yana for coming. Kita masih boleh jadi kawan kan?,"
Dayana tersenyum kecil. Memandang wajah Sabrina dan Badrul. Dia senang melihat senyum bahagia di bibir pasangan pengantin ini. Namun, tidak mungkin dia mampu menepis rasa sayu dan sedih yang turut mengganggu emosinya.
"Honestly, biar masa yang tentukan. I terima semua ni. Tapi, I tak nak hipokrit dengan sisa-sisa perasaan ni,"
Badrul mengangguk perlahan. Dan Dayana tersenyum kelat.
" I have to go,"
Dan Sabrina juga Badrul hanya memandang langkah Dayana yang semakin menjauh.
"Sudah-sudahlah tu. Dah jauh pun perginya,"
"Hah?,"
Sabrina tersenyum melihat Badrul yang sedikit terpinga-pinga. Kemudian senyum melebar di bibir lelaki itu. Sedar, usikan Sabrina yang mengulangi kata-katanya sebentar tadi.
"Ok…Seri. Satu – satu,"
Sabrina tersenyum kecil. Mengalihkan perhatiannya pada para tetamu yang kian surut. Sungguh dia bahagia hari ini. Segala-galanya berubah menjadi terlalu indah.
"Tak sangka saya dapat rasa semua ni,"dia bersuara tenang. Badrul diam. Mengamati wajah Sabrina yang cukup berseri di dalam persalinan berwarna jingga.
"Happy?,"
Sabrina tersenyum lebar sambil mengangguk.
"Jom,"
"Ke mana?,"
Badrul sekadar mengukir senyum sambil mencapai jemari Sabrina. Melangkah sedikit laju membuat Sabrina sedikit terkejar-kejar.
"Nak ke mana ni?,"
Badrul diam. Cuma terus melangkah. Menyedari langkah Badrul laju menuju ke bukit kecil di belakang rumahnya, Sabrina tersenyum. Melangkah dengan sedikit sukar. Dengan berkasut tumit tinggi, langkah sedikit goyah menelusuri laluan sedikit berbatu-batu itu.
"Auch!,"
Langkah Badrul terhenti. Segera berpaling memandang wajah Sabrina yang kelihatan menahan sakit.
"Kenapa?,"
"Kaki saya…kejap saya nak tanggal kasut. Susah nak jalan,"
Badrul tersenyum. Mendudukkan Sabrina ke sebuah batu yang sedikit besar. Membuat Sabrina terpana seketika. Suka akan layanan itu. Dan, apabila Badrul tunduk melutut padanya, Sabrina terkebil-kebil.
Cuma memandang tangan Badrul yang perlahan menanggalkan kasutnya. Sepasang kasutnya kini tergantung di tangan Badrul. Dia tersenyum.
"Terima kasih,"ucapnya senang sambil bersedia untuk bangun dari duduknya. Sekali lagi, dia disapa rasa hairan apabila jemari Badrul menyentuh bahunya. Menghalangnya daripada berdiri. Matanya bulat memandang Badrul. Sentuhan Badrul di jarinya membuat dia bagai dipukau. Berdiri di hadapan lelaki itu. Sedikit terkejut, namun, tiada niat untuk membantah apabila tangan Badrul gagah mendukungnya. Spontan dia memaut leher Badrul sambil terus menatap wajah lelaki itu.
"Bola merah kat langit. Bukan kat muka abang,"
Sabrina tersenyum malu. Segera mengalihkan pandangan ke dada langit yang jingga. Menatap mentari yang mula hilang sinar. Yang mula membentuk satu bulatan besar berwarna merah. Seperti selalu, panorama itu pasti membuat dia terpegun.
Badrul cuma merenung wajah yang disimbah sedikit warna jingga yang sudah mula hilang itu. Melihat wajah itu, hatinya bagai dilimpahi segunung bahagia. Dia pernah memiliki gadis ini. Pernah membenci gadis ini. Pernah merindui gadis ini. Pernah menangis kerana gadis ini. Saat ini, sumpahnya Cuma satu. Sabrina hanya miliknya. Dan akan tetap menjadi miliknya. Senyum yang terukir di bibir itu, tidak akan dibiarkan hilang lagi.
"Cantik…,"
"Memang cantik. Kuasa Tuhan. Satu saat kita tak mampu menentang cahayanya, tapi, pada saat yang lain, kita masih diberi kesempatan untuk menatap cahayanya,"balas Sabrina sambil tersenyum.
"Abang cakap isteri abang yang cantik,"
Sabrina terdiam. Pujian badrul bukan pada bola merahnya.
"Betul kan?,"soal Badrul sedikit mengusik.
Sabrina terus diam. Sedikit segan dipuji begitu.
"Kuasa Tuhan. Satu saat kita tak diberi rasa untuk saling menyayangi. Tapi, pada saat yang lain, sedetik pun rasa sayang tak hilang dari hati abang. I love you, sayang. Sangat-sangat cintakan Ina,"
"Ina pun sayangkan abang…cintakan abang,"
"Sejak bila?,"
Sabrina diam.
"Sejak bila sayang?,"
"Sejak abang bersanding dengan Dayana,"
"Maafkan abang. Maafkan abang atas layanan buruk abang selama ni,"
Sabrina senyum. Senyum yang cukup memikat hati lelaki Badrul. Usapan lembut jemari Sabrina di wajahnya membuat dia tersenyum bahagia.
"I love you…,"bisiknya perlahan
"I love you too…,"
Dia tersenyum mendengar balasan daripada Sabrina.
"Cuma…,"
"Cuma apa bang?,"
"Lepas ni, diet sikit ya? Beratlah,"
"Abang!,"
Badrul tergelak besar. Wajah Sabrina sudah berubah warna.
"Kalau berat, turunkan Ina,"Sabrina bersuara dengan nada sedikit merajuk. Malu dengan kenyataan Badrul. Berat sangat ke dia?
Badrul terus tergelak tanpa mengendahkan permintaan Sabrina.
"Nanti abang turunkan kat katil,"
Sabrina mengerling. Badrul tersenyum.
"Terima kasih sebab beri abang satu lagi peluang,"
Rajuk Sabrina menjauh mendangar kata-kata itu. Merenung lama wajah Badrul.
"Semoga Ina mampu bahagiakan abang,"
"Dan semoga abang mampu bahagiakan Ina,"balas Badrul lembut. Melangkah meninggalkan bola merah yang semakin hilang di balik awan……
TAMAT
Bagi yang belum dapatkan novel ini, dapatkan di pasaran, dikedai-kedai berhampiran anda atau beli secara online di laman web penerbit di www.kakinovel.com
Terima sudi baca entri ni. Sayang korang.
Anything can happen, that why life is wonderful. Struggle to get what u aim but be sure don't hurt any one. No one you shouldn't hurt their feels!
Phewit.. haha~
BalasPadam